Kamis, 09 Juni 2011

Banda Aceh; Kota tua yang terlahir kembali

Kota seluas 61,36 km2 dengan penduduk 223.446 jiwa yang berada diujung barat pulau sumatera ini merupakan kota islami tertua di nusantara indonesia. Ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini telah berumur 805 tahun (2011), telah ada sejak zaman kerajaan Aceh Darussalam. Berdasarkan batu nisan sultan Firman Syah, diyakini Banda Aceh dibangun pada hari Jum'at, tanggal 1 Ramadhan 601 H ( 22 April 1205 M) yang dibangun oleh Sultan Johan Syah. Setelah 89 tahun nama Banda Aceh Darussalam terkubur dibawah puing-puing Kutaraja yang dihidupkan, maka pada tahun 1963 Banda Aceh dihidupkan kembali. Dilintasi sungai Krueng Aceh yang membelah kota serta dikelilingi suasana lingkar pantai yang menawan semakin menambah indahnya pesona Banda Aceh. 6 tahun sudah bencana besar yang sempat melukai senyuman si kota tua, Banda Aceh kini bak kota tua yang terlahir kembali, pasca konflik dan tsunami yang melumpuhkan 50% kota dan memakan lebih dari 250 ribu korban jiwa penduduk Banda Aceh, seiring waktu yang berlalu luka itu kini perlahan memudar dan tak berbekas lagi. Pembangunan pesat di berbagai sendi kehidupan baik secara fisik maupun mental di setiap sudut kota kini telah menjadi wajah baru Banda Aceh.

Pukul 06:15 wib, Banda Aceh terjaga. Mentari telah menyinari dan menghangatkan pagi seisi kota. Riuhnya lalu lintas di sepanjang jalan-jalan protokol sudah mulai terdengar, sejam kemudian derap langkah para pelajar dan mahasiswa beserta raungan motor para pegawai dan pedagang mulai senada bersimfoni ramai menandakan dimulainya jam sibuk. Seperti biasanya, warung kopipun mulai ramai menebar harum dan nikmatnya secangkir kopi menghipnotis para penikmat kopi sebelum memulai hari. Banda aceh terkenal dengan dengan banyaknya warung kopi yang terhampar hampir di setiap sudut kota, hingga tak salah bila si kota tua kini akrab dengan sebutan kota seribu warung kopi.

Pukul 12:00 wib, Suhu banda aceh mulai tak terlalu bersahabat, bila sedang ekstrim-ekstrimnya bisa mencapai dikisaran 32-35 derajat celcius. Suhu yang cukup menggerahkan bagi para bule’ dan seluruh warga kota. Sepanjang siang perjuangan pun terasa semakin berat di bawah panasnya sengatan terik matahari, sebagian ada yang kembali kerumah masing-masing untuk beristirahat sejenak dan tak sedikit pula para muda-mudi yang kembali meramaikan warung kopi untuk sekedar bersantai maupun melalaikan diri surfing di internet.

Pukul 18:30 wib, mentari kembali ke peraduan. Pesona sunset terlukis eksotis di sudut pantai ulee lheue, seiring berlalunya senandung adzan maghrib, indahnya kelap-kelip warna warni lampu malampun perlahan mulai menghiasi si kota tua. Indahnya malam kota Banda Aceh tak kalah mempesona bila dibandingkan kota-kota besar nusantara yang lain, beragam aktivitas di sekitar jembatan pante pirak, simpang lima, taman sari dan peunayoung merupakan beberapa hal yang menarik untuk dinikmati dengan seksama sekedar melepas ketegangan saraf setelah seharian bekerja.

Pukul 00:30 wib, berangsur-angsur semarak kota mulai samar, berganti hening dan dingin malam yang perlahan membuai menghantarkan kita berisitirahat. Deru angin malam diselingi dengan gempa-gempa kecil yang terkadang hadir telah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Banda Aceh. Dalam lelapnya mungkin si kota tua bukanlah kota metro 24-7, namun Banda Aceh tetap mempesona dengan beragam khas yang dia miliki.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar