Senin, 16 November 2009

Efek liberalisasi perdagangan dan investasi terhadap ukm

Efek liberalisasi perdagangan dan investasi terhadap ukm :

Sekarang ini globalisasi dan liberalisasi sudah menjadi ungkapan yang biasa dalam pembahasan masalah ekonomi nasional dan sering terungkap dalam percakapan dalam kehidupan kita sehari-hari. Globalisasi sering diartikan sebagai terbukanya ekonomi negara dari pengaruh negara lain, menuju ke satu tata ekonomi dunia yang terbuka. Sementara itu liberalisasi lebih diartikan sebagai pembebasan aktivitas ekonomi, misalnya perdagangan antar negara atau internasional, dari segala hambatan tarif maupun non tarif.

Implementasi globalisasi antara lain dapat dilihat dari:
(1) adanya penerapan sistem nilai tukar yang mengambang
(2) penerapan kebijakan investasi modal asing yang lebih terbuka
(3) terjadinya transfer teknologi
(4) peningkatan dan pengembangan pasar modal.

Sementara implementasi liberalisasi perdagangan diterapkan dalam bentuk:
(1) penghapusan tarif
(2) dukungan pada ekspor
(3) keikut-sertaan dalam berbagai kerja sama wilayah perdagangan seperti AFTA, APEC dan WTO.

Secara umum mekanisme pasar bebas, sebagai dampak dari liberalisasi perdagangan dan kebijakan investasi yang terbuka, di asumsikan akan meningkatkan arus barang dan jasa di seluruh dunia. Sehingga akan meningkat pula volume perdagangan dunia yang selanjutnya akan meningkatkan kemakmuran ekonomi negara. Selain itu beberapa keuntungan yang diharapkan akan diperoleh dari globalisasi adalah: (1) menciptakan tekanan dari luar sehingga pasar domestik menjadi lebih kompetitif dan efisien, (2) mendorong terjadinya perubahan struktur industri domestik, serta (3) membawa inovasi baru melalui aktivitas investasi dan perdagangan.

Globalisasi mengandung konsekuensi adanya keterbukaan sistem perekonomian yang mengakibatkan keterbukaan pula pada tingkat pasar dalam negeri terhadap produk barang dan jasa dari luar negeri. Dengan keterbukaan tersebut maka proses aliran perdagangan (barang dan jasa) dimungkinkan untuk terjadi secara bebas, baik yang masuk (impor) maupun yang keluar (ekspor).

Jelas tergambar bahwa usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia belum siap menghadapi globalisasi dan liberalisasi, khususnya pada persoalan perdagangan bebas. Ketidak-siapan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh kesalahan strategi pembangunan Indonesia pada masa pra-globalisasi yang tidak memberdayakan UKM dalam negeri.

1. Dari aspek internal UKM ternyata kualitas & mutu produk yang belum siap bersaing. Hal ini diperburuk lagi dengan regulasi yang ditetapkan oleh WTO (dengan cara curang di atas tadi) tentang harus memenuhi standard ekolebeling, besarnya subsidi negara maju kepada petaninya dan akses masuk ke pasar negara maju yang dihambat dan hak paten.
2. Perjuangan duta-duta ekonomi pemerintah merebut pasar internasional dengan memperkenalkan produk-produk UKM melalui atase dan event-event pameran berskala internasional yang tidak berjalan dengan baik. Kedutaan besar kita hanya sibuk mengurusi akses masuk bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang sangat banyak memberi sumbangan pada negara tapi jika ada persoalan sangat minim tindakan untuk membela mereka (para TKI), yang layak disebut pahlawan devisa itu.
3. Masuknya produk-produk luar menyerbu pasar lokal dengan kualitas jauh lebih unggul atau minimal sama, akan tetapi harga jauh lebih murah (seperti produk-produk dari Cina, misalnya). Hal ini membuat produk-produk UKM dalam negeri menjadi tidak dibeli oleh pasar lokal yang masih terpolarisasi oleh image harus mengkonsumsi produk luar. Penyebab lain mengapa pasar lokal tidak melirik produk sendiri juga disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam mengkampanyekan program cinta produk dalam negeri.
4. Serangan perang dagang dari kapitalisme global yang dalam hal ini diwakili oleh negara-negara maju, tidak mampu dihadapi oleh struktur & mekanisme pasar dalam negeri. Di masa lalu, sebelum disepakatinya perdagangan bebas, regulasi-regulasi dalam negeri juga tidak diarahkan pada pembatasan masuknya produk luar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar